Tuesday, April 29, 2008

Ni hao ma?

Ni hao ma?

Wo hen hao, ni na?

Saya gregeten betul melihat ada bahasa se’aneh’ bahasa Tionghoa. Kok ada bahasa yang serumit itu? Budaya dan benak macam apa yang begitu kompleksnya sampai melahirkan bahasa yang ciri nadanya sangat distinctive, membawa arti, belum lagi karakter tulisnya yang njlimet. Memang bagus. Unik. Kayak nggambar. Tapi kita yang mau belajar ini, alamak, harus benar-benar memakai jurus strategi selengkap mungkin. Ya afektif, kognitif, metakognitif.

Saya memutuskan untuk mempelajari bahasa Tionghoa ini semata-mata karena ingin melatih kecekatan otak saja. Dengan mempelajari pola nadanya, mendengar pengucapannya, berlatih bicara walaupun berbisik-bisik takut kedengaran rekan sekantor, saya pikir saya akan bisa mempertahankan ketajaman benak saya dalam menyerap, memproses informasi, dan mengingat kembali. Saya sama sekali tidak punya niat untuk berdagang, ngomong sama orang-orang dari etnis Tionghoa, atau apa lah, pokoknya sama sekali bukan tujuan-tujuan komunikatif seperti itu.

Lalu saya sadari betapa janggalnya pemikiran saya itu. Belajar bahasa hanya untuk melatih ingatan, tanpa ada niatan sama sekali untuk memakainya sebagai sarana komunikasi, atau setidaknya mengenal lebih jauh budayanya.

Tidak mungkin. Dan sebenarnya, mengapa tidak? Sejak kecil nampaknya saya (ditakdirkan) untuk hidup dan tumbuh di lingkungan berbudaya etnis Tionghoa. Saya sekolah di SD, SMP, dan SMA Katolik yang mayoritas siswanya dari etnis Tionghoa. Saya berpacaran dan akhirnya menikahi seorang wanita keturunan Tionghoa. Saya mengajar di PTS yang mayoritas mahasiswanya juga dari etnis Tionghoa, saya bekerja di kantor dan semua staf saya juga dari etnis Tionghoa, setelah pindah dari kantor itu, saya sekarang malah berkarya di Universitas Ma Chung; saya juga pernah . . . ya, nggak usah diteruskan lah kalau yang terakhir ini.

Tapi begitulah. Saya belajar bahwa strategi afektif berperan besar dalam upaya saya belajar bahasa Mandarin ini. Malah harus ada in the first place, menjadi pijakan bagi strategi jenis kognitif dan metakognitif.

Jadi, sukailah dulu suatu budaya, bekerja sama lah dengan penutur-penutur aslinya, jatuh cintalah pada mereka, nikahilah mereka (satu saja!) dan Anda akan makin merasakan dorongan alami untuk mempelajari bahasanya.

Wo xian zai xue Zhong wen. Xian zai wo de Zhong wen hai bu tai hao.

Zai jian!

Wednesday, April 16, 2008

Wis Banter, Salah Sisan!


Ungkapan di atas dalam bahasa Jawa yang artinya: “udah ngomongnya keras, salah pula jawabannya”. Ini biasa diucapkan oleh guru yang sebel melihat muridnya yang menjawab pertanyaannya dengan suara keras tapi ternyata salah.

Tapi dalam blog ini maksudnya adalah “jangan meneruskan taktik atau strategi atau cara belajar yang sudah salah”. Salah dalam arti kurang efisien, kurang efektif, dan kurang menyenangkan, tapi karena sudah terlanjur terbiasa, jadi dipakai terus.

Contoh yang paling sering saya amati adalah berusaha menafsirkan setiap kata Inggris yang dibaca, padahal dalam membaca yang penting adalah memahami keseluruhan wacana, dan pemahaman keseluruhan tidak selalu harus diupayakan melalui ‘perjuangan keras’ mencari makna setiap kata. Banyak kali kalau kita sudah mendapatkan ide keseluruhan wacana, kita bisa menebak atau memperkirakan makna beberapa kata yang mungkin sulit. Bahkan kita juga bisa mengabaikan kata-kata tersebut, dan tetap bisa memahami keseluruhan makna teks.

Saya membahas taktik ini secara lebih lengkap dan panjang lebar di buku saya yang pertama: “Strategi Membaca Bahasa Inggris” terbitan Gramedia, 2001.

Masih banyak yang bisa saya ungkapkan mengenai taktik belajar salah ini. Namun untuk sementara cukup sekian dulu; kiranya karikatur yang menyertai posting ini bisa menguak mata kita lebih lebar tentang strategi yang salah.

Monday, April 14, 2008

Sssstt . . . !


“Ssssssttt. . . .”






Barangkali apa yang tertulis di atas sangat tepat untuk memulai posting belajar bahasa kita kali ini. Sebagaimana kita ketahui, ungkapan tersebut bermakna “jangan berbicara!”. Dalam belajar bahasa, ungkapan tersebut juga mengandung makna tambahan “menyimaklah dengan penuh perhatian selagi kamu berdiam diri”.

Penelitian para ahli pembelajaran bahasa sejak tahun 1980 an menemukan bahwa pembelajar bahasa asing yang akhirnya berhasil mempelajari suatu bahasa mengawali langkahnya dengan suatu periode sunyi, dimana mereka tidak mengucapkan kata-kata, tidak menulis, tapi mendengarkan, memperhatikan, dan dengan diam-diam menyerap struktur bahasa sasaran (bahasa yang sedang dipelajarinya) ke dalam mekanisme pikirannya. Menurut para ahli tersebut, penguasaan bahasa (atau “pemerolehan bahasa”) berawal dari pemahaman wacana (tulis atau lisan), berbicara, baru kemudian menulis. Jadi, pembelajar bergerak dari tahap “sunyi” dan berangsur-angsur berkembang ke tahap “ramai”.

Tidak sekedar membisu.
Yang disebut sunyi disini bukan hanya berdiam diri. Pada periode ini, yang juga diperlukan adalah apa yang disebut comprehensible input, yaitu masukan bahasa berupa kata-kata, ungkapan-ungkapan baku (seperti “wish you the best luck!”, atau “how’s it going?”), pola-pola kalimat, bahkan sampai pada pengucapan kata-kata, yang sedikit banyak bisa dipahami lewat bantuan konteks atau situasi yang melingkupinya. Dengan kata lain, ketika Anda sedang berada pada periode ini, pastikan bahwa apa yang Anda dengar atau baca (input) dari lingkungan kebahasaaan di sekitar Anda adalah sesuatu yang bisa Anda pahami (comprehend). Jika Anda terus menerus memaparkan diri Anda terhadap masukan bahasa seperti ini, benak Anda secara berangsur-angsur akan mulai membentuk sistem bahasa sasaran. Sistem bahasa ini bersifat sangat dinamis, cepat sekali berubah sesuai dengan masukan bahasa yang Anda terima. Perubahan yang terjadi akan terus berlangsung ke arah suatu sistem yang mendekati ciri-ciri bahasa sasaran. Pada suatu saat sistem ini akan menjadi sedemikian “matang”, dan pada saat itulah Anda akan takjub mendapati bahwa Anda mulai bisa mengujarkan satu dua ungkapan, atau menulis beberapa kalimat dalam bahasa sasaran tersebut. Periode sunyi Anda sudah berakhir; sekarang Anda bisa mulai “mengoceh” dan terus-menerus memperbaiki aspek tata bahasa, pengucapan, dan kealamiahan ungkapan melalui interaksi Anda dengan penutur asli bahasa tersebut, atau dengan rekan-rekan yang lebih cakap.

Sebagai ilustrasi, penulis kemukakan pengalaman pribadi penulis sebagai seorang Jawa yang dibesarkan dalam lingkungan bahasa Jawa, kemudian menikah dan berkeluarga dengan seorang wanita asal Madura. Sehari-hari istri penulis dan ibu serta pembantunya berkomunikasi dalam bahasa Madura, sementara penulis hanya bisa diam tidak berpartisipasi. Tapi pada saat itu sebenarnya penulis sedang menjalani periode sunyi; secara diam-diam penulis menyerap beberapa kata Madura, ungkapan-ungkapannya, intonasinya yang khas, dan cara pengucapannya. Selang beberapa bulan kemudian, dalam suatu kesempatan berbincang-bincang dengan penutur asli Madura, penulis mendadak memiliki baik keberanian maupun kemampuan untuk mengujarkan suatu gagasan dalam bahasa Madura!


Dua kondisi prasyarat selama periode sunyi.
Dari uraian di atas, tersirat paling tidak ada dua kondisi yang harus ada dalam periode sunyi. Pertama, Anda harus berada di lingkungan yang bisa dan mau memberi Anda masukan bahasa. Pada ilustrasi di atas, kondisi ini terpenuhi karena penulis berada di lingkungan keluarga istri yang berkomunikasi dalam bahasa asing (bahasa Madura dalam hal ini). Kedua, masukan bahasa tersebut harus bisa Anda pahami, baik karena bantuan konteks (situasi dimana masukan bahasa tersebut diucapkan atau ditulis), atau karena bantuan ekstra dari seorang guru/tutor yang mau berupaya untuk membuat masukan itu menjadi bermakna bagi Anda.

Lalu bagaimana caranya mengubah suatu lingkungan belajar sehingga bisa memenuhi kedua prasyarat di atas?

“Sssssssttt, . . . tunggu jawabannya di edisi selanjutnya!”

Mengalahkan Kosa Kata


Sebelum kita menjelajahi wacana tulis bahasa Inggris dengan segala daya pikat dan kompleksitasnya, ada baiknya kita mengetahui beberapa fakta dasar tentang kosa kata bahasa Inggris dalam wacana tulis.


Menurut para ahli, kosa kata bahasa Inggris terbagi menjadi 4 jenis, yaitu:

1. High Frequency Words (HFW): adalah kosa kata yang paling sering muncul dalam wacana tulis, dan membentuk 80% sampai 95% dari keseluruhan kosa kata dalam wacana tulis tersebut. Contohnya adalah kata-kata seperti do, make, say, live, yang hampir dapat dipastikan selalu ada dalam wacana tulis bahasa Inggris dari berbagai jenis. Terdapat sekitar 2000 kosa kata yang termasuk dalam jenis High Frequency Words (HFW) ini. Kendati jumlahnya tidak sangat banyak, namun HFW sangat sering muncul. Implikasinya adalah bahwa semakin banyak kosa kata HFW yang Anda kuasai, semakin mudah Anda memahami teks bahasa Inggris.


2. Academic Words (AW): adalah kosa kata yang umumnya muncul dalam teks-teks ilmiah dari berbagai bidang. Golongan ini meliputi kata-kata seperti perceive, role, available dan sejenisnya. Terdapat sekitar 750 kosa kata AW yang meliputi 8% sampai 10% dari keseluruhan kosa kata dalam teks-teks akademik. Implikasinya, jika Anda seorang insan yang berkecimpung dalam dunia akademis, entah sebagai dosen, mahasiswa atau peneliti, penguasaan AW akan sangat membantu Anda memahami teks-teks ilmiah.


3. Technical Words (TW): adalah kosa kata yang mempunyai makna yang khusus pada bidang-bidang ilmu yang spesifik pula. Contohnya adalah kata-kata seperti agree dan concordance di bidang tata bahasa, atau subpoena, decree di bidang hukum. Jumlahnya tidak lebih dari 1000 kata.


4. Low Frequency Words (LFW): adalah kosa kata yang jarang dipakai dalam teks-teks bahasa Inggris. Kata –kata seperti jettison atau flabbergasted masuk ke dalam kategori ini. Jumlahnya sangat banyak, meliputi hampir 126.000 kosa kata. Namun, kemunculannya sangat jarang, hanya meliputi 5% dari keseluruhan kosa kata dalam wacana tulis pada umumnya.


Implikasi dari kategori kosa kata di atas adalah bahwa penguasaan 2000 HFW akan membantu Anda memahami setidaknya 80% dari kosa kata pada suatu teks. Jika Anda menguasai 570 kosa kata AW, pemahamanAnda akan meningkat paling sedikit 8% lagi. Dengan bekal penguasaan HFW dan AW, Anda akan memahami setidaknya 88% dari kosa kata yang termuat dalam wacana umum atau ilmiah berbahasa Inggris. Bagaimana dengan TW dan LFW yang pasti juga terkandung dalam teks itu? Para ahli telah mendapati bahwa pembaca yang menguasai 90% sampai 95% dari kosa kata dalam teks akan dengan mudah menebak arti kata-kata sulit yang tergolong dalam TW dan LFW. Jadi singkat kata: semakin banyak Anda menguasai HFW dan AW, semakin mudah Anda "menaklukkan" kata-kata TW dan LTW!

Ingin tahu seberapa baik penguasaan kosa kata Anda? Nyalakan komputer, meluncurlah ke jejaring jagad jembar alias Internet, pilihlah satu teks dari suatu situs, salinlah teks tersebut (dengan menekan kunci “Ctrl” dan “C”), kemudian masuklah ke situs berikut ini: http://www.er.uqam.ca/nobel/r21270/textools/web_vp.html. Hapus dulu tulisan yang ada pada bagian kolom putih di tampilan yang muncul. Tempatkan kursor pada ujung kiri atas kolom putih tersebut, dan tekanlah “Ctrl” dan “V”. Setelah teks tadi masuk pada kolom itu, kliklah pilihan “DO IT!” di bagian kiri bawah. Dalam sekejap data kosa kata dari teks itu akan ditampilkan. Kata yang berwarna biru dan hijau adalah dari kelompok 2000 kata HFW; yang berwarna kuning adalah AW, dan yang berwarna merah adalah dari LFW. Nah, sekarang ujilah diri Anda sendiri dengan melihat pada kelompok-kelompok kata tersebut. Semakin banyak makna kata biru dan hijau yang Anda ketahui, semakin baik kemampuan membaca Anda. Semakin banyak makna kata-kata kuning yang Anda kuasai, semakin bertambah bagus lagi kemampuan membaca Anda. Bagaimana jika ternyata penguasaan kosa kata Anda untuk kata-kata tersebut masih rendah? Itu artinya, Anda perlu belajar lebih banyak kosa kata lebih keras lagi. Bagaimana caranya? Simak terus blog ini.

Grand Strategy dalam Belajar Bahasa



“Aduh, sulitnya bahasa Inggris ini. Ngafalin kata sepuluh biji aja dari tadi nggak hapal-hapal!”

“Mending kamu cuma suruh ngafalin. Aku nih, besok ada tes speaking. Topiknya my last holiday. Wuih, bingung musti gimana ngomongnya menceritakan pengalaman yang seru-seru liburan yang lalu. ”


Pernahkah Anda mendengar keluhan-keluhan semacam itu terungkap dari teman-teman, atau bahkan dari anda sendiri? Untuk sebagian besar orang, belajar bahasa Inggris memang tidak semudah belajar mengoperasikan ponsel seri terbaru. Sayangnya, setelah mengeluh panjang lebar demikian, banyak dari mereka yang kemudian patah semangat. Nggak bisa bahasa Inggris nggak patheken, begitu mungkin gerutu mereka. Memang, tanpa bisa berbahasa Inggris mereka tidak akan kudisan, namun yang pasti akan sulit dapat kerja di tengah era informasi ini.

Diperlukan ketekunan, kegigihan, dan sikap ulet untuk menguasai bahasa Inggris. Yang ini nampaknya sudah sering didengungkan. Tapi tahukah Anda bahwa ada satu lagi resep sukses belajar bahasa Inggris? Belajar dengan taktis. Atau dengan kata lain: belajar dengan menggunakan strategi yang jitu sehingga upaya belajar itu sendiri menjadi sesuatu yang menyenangkan, efisien, dan menjanjikan hasil yang memuaskan.



Secara umum, strategi belajar bahasa melibatkan tiga aspek: daya kognitif (kemampuan menyerap, menyimpan, dan mengambil kembali informasi dari pikiran), metakognitif (kemampuan memonitor proses pikiran), dan faktor sosial/afektif (kemampuan bekerja sama dengan orang lain dan mengendalikan emosi). Anda harus mampu mensinergikan ketiga aspek utama ini untuk membuat pengalaman belajar menjadi lebih mudah, atau minimal, tidak terasa sebagai suatu penderitaan. Nah, secara umum, here are your grand strategies:

Strategi 1: Sadari tantangan belajar yang harus dihadapi, dan buatlah rencana untuk menaklukkannya.

Ini inti dari setiap tindakan strategis: sadar akan tantangan yang harus dihadapi, dan menyusun rencana untuk menghadapinya. Dalam setiap kegiatan belajar apapun, Anda harus tahu karakteristik tujuan belajar yang ingin Anda capai. Menulis surat dalam bahasa Inggris? Berbicara dengan penutur asli Bahasa Inggris? Melakukan dialog di depan kelas dengan rekan? Wawancara dengan guru? Membaca teks dan menjawab pertanyaan bacaan? Semua ini merupakan tujuan-tujuan belajar yang harus Anda sadari. Langkah berikutnya adalah menyusun strategi untuk mencapai tujuan tersebut.

Misalnya, untuk dapat menulis surat dalam bahasa Inggris, Anda akan melihat model-model surat yang sudah jadi, mempelajari ungkapan-ungkapan yang dipakai, menulis draft, meminta guru untuk membetulkan kesalahan ungkapan dan tata bahasa, kemudian menyusun draft akhir surat tersebut.


Strategi 2: Lakukan beberapa jenis strategi yang berbeda.

Penelitian menunjukkan bahwa orang yang menggunakan bermacam-macam strategi akan memperoleh hasil yang lebih baik daripada mereka yang hanya mengandalkan satu jenis strategi saja. Sebagai contoh, untuk menambah penguasaan kosa kata, Anda dapat melakukan setidaknya tiga kegiatan: (1) menghafalkan daftar kosa kata (dengan strategi tertentu pula yang akan dijelaskan kemudian), (2) membaca novel yang Anda sukai, (3) menonton film sederhana dengan terjemahan. Kegiatan-kegiatan yang berbeda ini akan memperkaya kosa kata anda, bahkan kadang-kadang tanpa Anda sadari.


Strategi 3: Kombinasikan ketiga jenis strategi di atas: kognitif, metakognitif, dan sosial/afektif.


Kalau selama ini Anda hanya mempelajari pola-pola kalimat dari buku teks, cobalah mulai juga belajar bersama seorang teman. Kehadirannya bisa memacu Anda untuk belajar lebih giat karena Anda tentunya merasa malu kalau sampai kalah dengan dia. Begitu sudah terasa suntuk, Anda berdua bisa meluangkan waktu untuk tertawa sejenak, melonggarkan saraf dan pikiran, sebelum belajar lagi. Kalau salah satu mulai merasa kendor, sang teman bisa memberi dorongan untuk meneruskan belajar.


Ketika belajar bersama seperti itu, sesekali tanyakanlah kepada diri Anda sendiri: ”sudahkah aku mempelajari grammar ini dengan benar? Apakah cara yang kita pakai selama ini cukup berhasil? Kalau kurang berhasil, bagaimana kita bisa memperbaikinya sehingga menjadi lebih cepat dengan hasil lebih baik?”


Ketiga strategi di atas, yakni mempelajari tata bahasa, mengajak teman untuk belajar bersama, dan memonitor pikiran anda sendiri, adalah contoh sederhana kombinasi antara strategi kognitif, sosial/afektif, dan metakognitif.

That's your grand strategy. Atau Anda punya kiat lain?

Kenapa Harus Strategis


Kiat. Kiat. Kiat. Taktik. Tak. Tik. Strategi.

Hare gene nggak pake strategi? Bakal mblehar (= kacau; ancur-ancuran).

Perang jelas pakai strategi, biar lawan tekuk lutut. Dagang pun harus pakai, biar nggak rugi, minimal balik modal. Ngajar juga, supaya murid jadi enjoy belajar dan jadi lebih pinter. Nah, belajar pun harus strategis, supaya kegiatannya lebih menyenangkan, tindakannya lebih praktis, dan hasilnya lebih manis.

Blog ini saya buat untuk menampung ide-ide dan pengalaman saya sebagai pemelajar dan pengajar bahasa Inggris, khususnya yang berkaitan dengan taktik, kiat, dan strategi belajar bahasa. Strategi yang saya paparkan memang nampaknya berlaku buat belajar bahasa Inggris, tapi sebenarnya prinsipnya bisa diterapkan untuk belajar semua bahasa manusia, kecuali bahasa tubuh.

Pada prinsipnya, strategi yang saya paparkan atau sharingkan bertujuan akhir membuat upaya belajar menjadi lebih mudah, lebih menyenangkan, dan lebih sukses.


Anda mau menanggapi, silakan. Siapa tahu kiat-kiat Anda ternyata lebih manjur daripada apa yang saya lontarkan.

Selamat menikmati sajian strategi!

Sunday, April 13, 2008

Bagaimana Menebak dengan Cerdas


Dalam belajar bahasa, dan bahkan ketika menggunakan bahasa, tindakan menerka atau menebak (guessing) adalah strategi yang lumrah dipakai. Karena situasi yang mendesak, waktu yang sudah hampir habis, pembicaraan yang terburu-buru, atau tingkat kecakapan yang belum memadai, seringkali kita harus merelakan kehilangan beberapa penggalan kata atau ucapan dari lawan bicara atau dari teks, dan terpaksa melakukan penebakan terhadap pesan yang sedang disampaikan. Seberapa akurat tebakan itu berhasil membuat kita mendapatkan pesan yang akurat sangat tergantung pada beberapa faktor.


Pertama adalah kecakapan bahasa Inggris Anda. Semakin tinggi kecakapan Anda, semakin jitu tebakan yang Anda buat. Kalau skor TOEFL Anda sudah 560, tebakan Anda kemungkinan besar lebih tepat sasaran daripada tebakan teman Anda yang skornya masih 480. Ini karena kemampuan bahasa yang sudah tinggi memungkinkan Anda untuk memahami lebih banyak kata di sekeliling penggalan yang harus Anda tebak tersebut. Sebagai contoh, coba tebak apa arti kata “dreaded” pada kalimat berikut ini: “After the horrible accident aboard the ship he was sailing on, the young man dreaded going to the sea.” Anda akan merasa bahwa penebakan tidak terlalu sulit jika Anda sudah mengetahui arti kata-kata selain dreaded pada kalimat di atas.


Kedua adalah seberapa jauh Anda mengetahui topik yang sedang dibicarakan atau disampaikan. Semakin kenal Anda dengan topik tersebut, semakin mudah Anda memperkirakan makna beberapa penggalan yang tidak sempat Anda tangkap dengan baik. Untuk membuktikannya, coba dengarkan atau baca sebuah wacana lisan atau tulis dari suatu bidang ilmu yang sangat asing dengan Anda. Begitu ada satu bagian yang kabur, Anda akan merasa seperti tersesat di sebuah hutan lebat tanpa penunjuk arah sama sekali. Bandingkan dengan ketika Anda membaca atau menyimak sebuah wacana dari bidang yang selama ini Anda tekuni. Ketika suatu ketika harus menebak, latar pengetahuan Anda yang sudah kokoh tentang bidang itu akan membantu Anda memperkirakan makna-makna yang sedikit kabur.


Dari uraian di atas tersirat bahwa untuk mempertajam keakuratan penebakan, Anda memerlukan tingkat kecakapan bahasa yang tinggi, dan pengetahuan yang cukup banyak tentang topik wacana yang sedang Anda dengarkan atau baca. Setidaknya Anda harus mengetahui 9 dari 10 kata yang Anda baca untuk bisa melakukan penebakan dengan relatif tepat. Setelah mencapai proporsi ini, akan lebih baik lagi kalau Anda punya pengetahuan umum yang banyak tentang berbagai hal di dunia ini.


Ada beberapa cara untuk meningkatkan kedua aspek kecakapan di atas. Penguasaan kosa kata dapat Anda tingkatkan melalui apa yang disebut intentional learning dan incidental learning. Yang pertama mengacu kepada tindakan belajar secara sadar, misalnya dengan menghafalkan arti beberapa belas kata atau ungkapan bahasa Inggris dari suatu daftar. Yang kedua mengacu kepada tindakan belajar sambil lalu (insidentil), yang umumnya terjadi ketika Anda membanjiri diri Anda sendiri dengan beragam bacaan bahasa Inggris. Tanpa Anda sadari sepenuhnya, ketika Anda membaca, Anda mempelajari makna beberapa kata baru dalam bahasa Inggris. Sementara itu, peningkatan pengetahuan dapat Anda capai melalui kegiatan membaca dan mendengarkan wacana tentang berbagai macam topik. Seberapa banyak Anda tahu tentang pelestarian lingkungan? tentang kebudayaan-kebudayaan eksotis? tentang kesehatan? tentang energi alternatif selain minyak? tentang seni kontemporer? tentang tata surya kita? Semakin luas yang Anda ketahui, semakin mudah Anda melakukan strategi penebakan ketika berhadapan dengan wacana-wacana di tes TOEFL, TOEIC, atau sekedar ujian akhir dari mata kuliah bahasa Inggris.


Selamat menebak. Awas, jangan sampai tersesat!