Friday, May 23, 2008

LISTENING COMPREHENSION: Siapa Takut?

Penelitian maupun pengalaman banyak pembelajar bahasa Inggris menunjukkan bahwa listening comprehension (menyimak dan memahami) merupakan salah satu kecakapan yang paling sulit dikuasai. Tantangan makin bertambah dalam konteks tes bahasa seperti TOEFL, TOEIC, atau IELTS. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin memberikan beberapa kiat untuk mendapatkan sebanyak mungkin pesan—tentunya sesuai tingkat kecakapan berbahasa masing-masing—dari sebuah wacana lisan yang umumnya hanya diperdengarkan satu kali saja.

Kunyah semua, baru jawab
Kiat ini cocok untuk Anda yang yakin benar dengan kemampuan mengingat kembali apa yang diucapkan seseorang. Dengan kata lain, Anda yang punya gaya belajar auditory akan cenderung lebih sukses ketika melakukan strategi ini. Cara melakukannya mudah saja: ketika wacana lisan mulai diperdengarkan, pusatkan perhatian pada semua pesan yang disampaikan, sambil terus mencamkan semuanya ke dalam ingatan jangka pendek Anda (short-term memory). Kalau perlu tutup mata Anda ketika mendengarkan sehingga proses mental Anda tidak terusik oleh stimuli visual di sekitar Anda.


Jika Anda diperkenankan mencatat, seperti pada tes TOEFL iBT, Anda boleh saja mencatat, namun jangan sampai perhatian Anda malah tersita lebih banyak untuk mencatat dan bukannya mendengarkan dengan cermat. Jadi, seandainya memang perlu mencatat, pastikan bahwa catatan Anda sangat singkat, ringkas, namun tetap bisa memicu ingatan Anda tentang pesan-pesan yang sedang disampaikan.

Begitu kegiatan menyimak selesai, umumnya Anda akan langsung dihadapkan pada serangkaian pertanyaan yang menguji pemahaman Anda. Pada saat ini, jawab setiap pertanyaan dengan mengingat kembali pesan-pesan yang telah Anda simpan di memori tadi. Jika sempat membuat catatan, lihat kembali catatan cepat Anda untuk membantu ingatan.

Sekarang Anda tahu mengapa kiat ini saya namakan “kunyah dulu, baru jawab”: karena Anda memang mengunyah (baca: memproses) semua masukan lisan, menanamkannya baik-baik ke memori Anda, baru kemudian menjawab pertanyaan pemahamannya.


Jajagi medan, simak yang sesuai
Kebalikan dari kiat di atas adalah strategi dimana Anda membaca secara cepat pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal suatu kegiatan menyimak, kemudian baru mendengarkan wacana lisan tersebut. Ketika mendengarkan, Anda mencari pesan-pesan yang merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang Anda baca sekilas tadi. Begitu menyimak selesai, Anda kembali ke bagian pertanyaan untuk menjawabnya. Itulah sebabnya kiat ini saya namai “jajagi medan, dan simak yang sesuai”: Anda membaca dulu semua pertanyaan yang diberikan, baru kemudian menyimak wacana lisannya untuk mendapatkan jawabannya.

Yang mana?
Kalau ada dua pilihan seperti di atas, pertanyaan yang biasanya muncul adalah: lalu saya harus memakai yang mana? Jawabannya sangat tergantung kepada gaya kognitif masing-masing individu. Dalam ranah strategi belajar bahasa, jarang ada strategi yang dengan gampang bisa dilabeli “buruk” atau “baik”, karena semuanya tergantung kepada cara masing-masing pemelajar untuk menyerap informasi verbal. Kalau Anda merasa nyaman dan percaya diri dengan gaya pertama, pakailah kiat tersebut. Sebalikanya kalau Anda merasa lebih yakin jika sudah melihat pertanyaannya baru kemudian mendengarkan, jangan ragu-ragu untuk menggunakan kiat yang kedua.

Dapat juga terjadi bahwa seorang pemelajar yang selama ini menggunakan kiat pertama tidak tahu bahwa ada taktik kedua, atau sebaliknya. Ini gunanya berbagi strategi dengan rekan lain di suatu kelas atau kursus bahasa. Kendati jarang terjadi, bisa saja Anda yang selama ini sudah berpegang teguh pada suatu strategi bisa menggali manfaat dari strategi alternatif yang lebih efektif--atau setidaknya lebih pas dengan gaya kognitif Anda--dari rekan Anda.

Sekali Anda merasa mantap dengan suatu strategi menyimak, yang manapun strategi itu, Anda bisa menjawab judul di atas dengan mantap: “Saya tidak takut, tuh”.

Wednesday, May 21, 2008

Banjir!

Banjir. Buat kita di Indonesia dimana hutan beton sudah tumbuh makin subur dan gunung sudah pada botak kayak kepala saya, banjir pasti bukan fenomena yang aneh.

Tapi saya mau ngomong tentang banjir yang lain. Dalam kaitannya dengan belajar bahasa secara taktis, banjir bisa berupa strategi yang jitu untuk membuat benak Anda selalu terpacu. Terpacu mendengarkan dalam bahasa Inggris, terpacu (baca: terpaksa)memahami bahasa Inggris, terpacu membaca bahasa Inggris, dan akhirnya tergelitik untuk mencoba ngomong dalam bahasa Inggris (atau bahasa apapun yang sedang Anda pelajari).

Caranya adalah dengan membanjiri Anda sendiri dengan ujaran, omongan, kalimat, wacana lisan maupun tulisan dalam bahasa Inggris. Pada tahap awal, Anda akan lebih banyak diam (lihat posting saya yang lain tentang "Periode Sunyi"), tapi lama kelamaan, tanpa sadar Anda akan terpacu (atau terpicu) untuk menggunakan bahasa tersebut, entah lewat omongan/ucapan, atau lewat tulisan sederhana.

Di ilmu pembelajaran bahasa yang saya pelajari ada yang namanya "connectionism", yaitu gejala yang ditunjukkan sebuah piranti cerdas setelah dia dibanjiri oleh input berupa pola-pola baru. Lama kelamaan, si piranti cerdas ini bisa menghasilkan pola-pola yang kurang lebih mirip dengan pola-pola yang dibanjirkan tersebut.

Nah, bagaimana kalau piranti cerdas itu adalah otak kita?

Sama saja. Setelah sekian lama kebanjiran input bahasa Inggris, benak kita akan mulai mengguratkan pola-pola ucapan, ejaan, makna, bahkan cara pikir dalam bahasa Inggris!

Itulah sebabnya kenapa Anda sering merasakan dampak positif tersebut setelah ikut conversation club, atau mendengarkan siaran TV/radio dalam bahasa Inggris, atau membaca bahasa Inggris, atau bahkan hidup di lingkungan penutur asli bahasa Inggris.

Jadi, kalau Anda masih tergolong yang malas atau malu melakukan kegiatan-kegiatan seperti itu, sadarlah bahwa dampak keengganan ini adalah kemajuan belajar yang terhambat. Ibaratnya tanaman, dia jadi kerdil karena kurang pupuk.

Jangan enggan untuk bergabung di sebuah conversation club, atau mendengarkan banyak siaran berbahasa Inggris. Jangan takut kebanjiran, karena banjir yang ini tidak akan menenggelamkan, tapi memicu Anda untuk jadi lebih lancip (istilah saya untuk menyebut orang yang mahir berbicara).

Wednesday, May 7, 2008

Nge blog supaya tidak goblog dalam menulis

Tahu cara efekif untuk berlatih menulis dalam bahasa Inggris, tanpa takut dikoreksi guru, atau dicoret-coret dengan pena merah karena salah tata bahasa atau ejaan?

Nge blog.

Apa tuh? Dasar goblog! Itu artinya "tulislah blog, dalam bahasa Inggris".

Coba mampir sebentar kesini: http://patrisiusdjiwandono.blogspot.com atau ke sini: http://corry17.wordpress.com

Keduanya adalah sarana gratis dan praktis untuk menajamkan atau mempertajam kemampuan menulis bloggernya dalam bahasa Inggris. Coba lihat dan rasakan, betapa kalimat-kalimat bahasa Inggris mengalir begitu saja dari kedua blogger itu. Perkara salah grammar atau ungkapannya kurang pas, itu urusan nanti. Yang penting, tindak penulisan itu membuat keduanya terlatih dan terbiasa mengungkapkan buah pikiran ke dalam bahasa Inggris, dan ini semakin mengasah kemampuan bahasa Inggrisnya. Gampang kan?

Tentunya Anda harus sudah punya bekal penguasaan bentuk-bentuk dasar dalam bahasa Inggris, dan kosa kata aktif setidaknya 3000-word level (3000 kata yang paling sering muncul dalam bahasa Inggris). Akan lebih baik kalau Anda juga hobi menulis. Tinggal duduk di depan laptop atau desktop Anda, alirkan saja pikiran demi pikiran, ide, keluhan, curhat atau apapun ke dalam blog dengan bahasa Inggris. Bubuhi sedikit gambar, ilustrasi atau foto pribadi yang pas dengan tema tulisan, dan . . . ta daa, . . . Anda sudah berhasil mengungkapkan pendapat lewat bahasa Inggris tertulis.