Monday, April 14, 2008

Sssstt . . . !


“Ssssssttt. . . .”






Barangkali apa yang tertulis di atas sangat tepat untuk memulai posting belajar bahasa kita kali ini. Sebagaimana kita ketahui, ungkapan tersebut bermakna “jangan berbicara!”. Dalam belajar bahasa, ungkapan tersebut juga mengandung makna tambahan “menyimaklah dengan penuh perhatian selagi kamu berdiam diri”.

Penelitian para ahli pembelajaran bahasa sejak tahun 1980 an menemukan bahwa pembelajar bahasa asing yang akhirnya berhasil mempelajari suatu bahasa mengawali langkahnya dengan suatu periode sunyi, dimana mereka tidak mengucapkan kata-kata, tidak menulis, tapi mendengarkan, memperhatikan, dan dengan diam-diam menyerap struktur bahasa sasaran (bahasa yang sedang dipelajarinya) ke dalam mekanisme pikirannya. Menurut para ahli tersebut, penguasaan bahasa (atau “pemerolehan bahasa”) berawal dari pemahaman wacana (tulis atau lisan), berbicara, baru kemudian menulis. Jadi, pembelajar bergerak dari tahap “sunyi” dan berangsur-angsur berkembang ke tahap “ramai”.

Tidak sekedar membisu.
Yang disebut sunyi disini bukan hanya berdiam diri. Pada periode ini, yang juga diperlukan adalah apa yang disebut comprehensible input, yaitu masukan bahasa berupa kata-kata, ungkapan-ungkapan baku (seperti “wish you the best luck!”, atau “how’s it going?”), pola-pola kalimat, bahkan sampai pada pengucapan kata-kata, yang sedikit banyak bisa dipahami lewat bantuan konteks atau situasi yang melingkupinya. Dengan kata lain, ketika Anda sedang berada pada periode ini, pastikan bahwa apa yang Anda dengar atau baca (input) dari lingkungan kebahasaaan di sekitar Anda adalah sesuatu yang bisa Anda pahami (comprehend). Jika Anda terus menerus memaparkan diri Anda terhadap masukan bahasa seperti ini, benak Anda secara berangsur-angsur akan mulai membentuk sistem bahasa sasaran. Sistem bahasa ini bersifat sangat dinamis, cepat sekali berubah sesuai dengan masukan bahasa yang Anda terima. Perubahan yang terjadi akan terus berlangsung ke arah suatu sistem yang mendekati ciri-ciri bahasa sasaran. Pada suatu saat sistem ini akan menjadi sedemikian “matang”, dan pada saat itulah Anda akan takjub mendapati bahwa Anda mulai bisa mengujarkan satu dua ungkapan, atau menulis beberapa kalimat dalam bahasa sasaran tersebut. Periode sunyi Anda sudah berakhir; sekarang Anda bisa mulai “mengoceh” dan terus-menerus memperbaiki aspek tata bahasa, pengucapan, dan kealamiahan ungkapan melalui interaksi Anda dengan penutur asli bahasa tersebut, atau dengan rekan-rekan yang lebih cakap.

Sebagai ilustrasi, penulis kemukakan pengalaman pribadi penulis sebagai seorang Jawa yang dibesarkan dalam lingkungan bahasa Jawa, kemudian menikah dan berkeluarga dengan seorang wanita asal Madura. Sehari-hari istri penulis dan ibu serta pembantunya berkomunikasi dalam bahasa Madura, sementara penulis hanya bisa diam tidak berpartisipasi. Tapi pada saat itu sebenarnya penulis sedang menjalani periode sunyi; secara diam-diam penulis menyerap beberapa kata Madura, ungkapan-ungkapannya, intonasinya yang khas, dan cara pengucapannya. Selang beberapa bulan kemudian, dalam suatu kesempatan berbincang-bincang dengan penutur asli Madura, penulis mendadak memiliki baik keberanian maupun kemampuan untuk mengujarkan suatu gagasan dalam bahasa Madura!


Dua kondisi prasyarat selama periode sunyi.
Dari uraian di atas, tersirat paling tidak ada dua kondisi yang harus ada dalam periode sunyi. Pertama, Anda harus berada di lingkungan yang bisa dan mau memberi Anda masukan bahasa. Pada ilustrasi di atas, kondisi ini terpenuhi karena penulis berada di lingkungan keluarga istri yang berkomunikasi dalam bahasa asing (bahasa Madura dalam hal ini). Kedua, masukan bahasa tersebut harus bisa Anda pahami, baik karena bantuan konteks (situasi dimana masukan bahasa tersebut diucapkan atau ditulis), atau karena bantuan ekstra dari seorang guru/tutor yang mau berupaya untuk membuat masukan itu menjadi bermakna bagi Anda.

Lalu bagaimana caranya mengubah suatu lingkungan belajar sehingga bisa memenuhi kedua prasyarat di atas?

“Sssssssttt, . . . tunggu jawabannya di edisi selanjutnya!”

No comments: