Penelitian maupun pengalaman banyak pembelajar bahasa Inggris menunjukkan bahwa listening comprehension (menyimak dan memahami) merupakan salah satu kecakapan yang paling sulit dikuasai. Tantangan makin bertambah dalam konteks tes bahasa seperti TOEFL, TOEIC, atau IELTS. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin memberikan beberapa kiat untuk mendapatkan sebanyak mungkin pesan—tentunya sesuai tingkat kecakapan berbahasa masing-masing—dari sebuah wacana lisan yang umumnya hanya diperdengarkan satu kali saja.
Kunyah semua, baru jawab
Kiat ini cocok untuk Anda yang yakin benar dengan kemampuan mengingat kembali apa yang diucapkan seseorang. Dengan kata lain, Anda yang punya gaya belajar auditory akan cenderung lebih sukses ketika melakukan strategi ini. Cara melakukannya mudah saja: ketika wacana lisan mulai diperdengarkan, pusatkan perhatian pada semua pesan yang disampaikan, sambil terus mencamkan semuanya ke dalam ingatan jangka pendek Anda (short-term memory). Kalau perlu tutup mata Anda ketika mendengarkan sehingga proses mental Anda tidak terusik oleh stimuli visual di sekitar Anda.
Jika Anda diperkenankan mencatat, seperti pada tes TOEFL iBT, Anda boleh saja mencatat, namun jangan sampai perhatian Anda malah tersita lebih banyak untuk mencatat dan bukannya mendengarkan dengan cermat. Jadi, seandainya memang perlu mencatat, pastikan bahwa catatan Anda sangat singkat, ringkas, namun tetap bisa memicu ingatan Anda tentang pesan-pesan yang sedang disampaikan.
Begitu kegiatan menyimak selesai, umumnya Anda akan langsung dihadapkan pada serangkaian pertanyaan yang menguji pemahaman Anda. Pada saat ini, jawab setiap pertanyaan dengan mengingat kembali pesan-pesan yang telah Anda simpan di memori tadi. Jika sempat membuat catatan, lihat kembali catatan cepat Anda untuk membantu ingatan.
Sekarang Anda tahu mengapa kiat ini saya namakan “kunyah dulu, baru jawab”: karena Anda memang mengunyah (baca: memproses) semua masukan lisan, menanamkannya baik-baik ke memori Anda, baru kemudian menjawab pertanyaan pemahamannya.
Jajagi medan, simak yang sesuai
Kebalikan dari kiat di atas adalah strategi dimana Anda membaca secara cepat pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal suatu kegiatan menyimak, kemudian baru mendengarkan wacana lisan tersebut. Ketika mendengarkan, Anda mencari pesan-pesan yang merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang Anda baca sekilas tadi. Begitu menyimak selesai, Anda kembali ke bagian pertanyaan untuk menjawabnya. Itulah sebabnya kiat ini saya namai “jajagi medan, dan simak yang sesuai”: Anda membaca dulu semua pertanyaan yang diberikan, baru kemudian menyimak wacana lisannya untuk mendapatkan jawabannya.
Yang mana?
Kalau ada dua pilihan seperti di atas, pertanyaan yang biasanya muncul adalah: lalu saya harus memakai yang mana? Jawabannya sangat tergantung kepada gaya kognitif masing-masing individu. Dalam ranah strategi belajar bahasa, jarang ada strategi yang dengan gampang bisa dilabeli “buruk” atau “baik”, karena semuanya tergantung kepada cara masing-masing pemelajar untuk menyerap informasi verbal. Kalau Anda merasa nyaman dan percaya diri dengan gaya pertama, pakailah kiat tersebut. Sebalikanya kalau Anda merasa lebih yakin jika sudah melihat pertanyaannya baru kemudian mendengarkan, jangan ragu-ragu untuk menggunakan kiat yang kedua.
Dapat juga terjadi bahwa seorang pemelajar yang selama ini menggunakan kiat pertama tidak tahu bahwa ada taktik kedua, atau sebaliknya. Ini gunanya berbagi strategi dengan rekan lain di suatu kelas atau kursus bahasa. Kendati jarang terjadi, bisa saja Anda yang selama ini sudah berpegang teguh pada suatu strategi bisa menggali manfaat dari strategi alternatif yang lebih efektif--atau setidaknya lebih pas dengan gaya kognitif Anda--dari rekan Anda.
Sekali Anda merasa mantap dengan suatu strategi menyimak, yang manapun strategi itu, Anda bisa menjawab judul di atas dengan mantap: “Saya tidak takut, tuh”.
Friday, May 23, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Dari empat skills, aku paling ga bisa listening. Kalo denger native speakers omong cepet, kayaknya aku cuma denger gumaman aja. Hhh payah. Tapi pas ikut IELTS, kok ya bisa tinggi skornya, mungkin scorernya kesian ama aku trus ngasih nilai tinggi.
R
Post a Comment